Tuesday, June 29, 2010

Penjara di Balaikota (2)








Johannes Rach-Perpus Nas RI
Stadhuis Batavia di tahun 1770 digambarkan Johannes Rach di pagi hari. Ia melukiskan detil jalur di alun-alun serta pancuran air
Minggu, 6 Juni 2010 | 22:02 WIB

KOMPAS.com — Tahun bergulir, gubernur jenderal pun terus berganti. Giliran Gubernur Jenderal Maatsuycker yang memerintah pada 1653-1678. Ia pun merasa, pembangunan pada masa sebelum dia kurang memerhatikan jumlah ruang di dalam balaikota. Maka dari itu, Maatsuycker pun menitahkan pembangunan satu kamar di dua sisi balaikota.

Kamar atau ruang itu beratap rata. Artinya, yang ditambahkan hanyalah ruang di dalam balaikota sehingga luas balaikota masih tetap sama dengan luas awal. Lima sel tahanan ada di bawah bagian gedung yang paling tua. Pada hari Minggu, di bagian atas gedung masih digunakan untuk kebaktian dalam bahasa Perancis.

Pada periode 1666-1667, Penjara Kompeni diperluas, dan pekerjaan dilakukan oleh Jan Jansz de Ruijter. Ia menambah lima sel tahanan di sisi selatan halaman belakang balaikota. Berdasarkan catatan Nicolaus de Graaf yang sempat ditugaskan di Batavia antara tahun 1639 dan 1684, Hans Bonke dan Anne Handojo dalam Dari Stadhuis Sampai Museum menulis, di halaman belakang balaikota di tempat yang dilindungi tembok bata tinggi terdapat beberapa lubang gelap tempat mengurung tahanan. Tempat itu dibikin agar tahanan tak bisa melarikan diri. Tak ketinggalan, dibangun pula tempat penjaga keamanan dan penegak hukum.

Yang dimaksud lubang gelap tadi adalah lubang tahanan dengan langit-langit sangat rendah, jendela berteralis, penuh dengan batu-batu yang dikaitkan pada kaki tahanan. Lubang hitam itu masih bisa dilihat di Museum Sejarah Jakarta dan terkenal dengan penjara bawah tanah.

Perihal rumah tahanan, rumah sipir penjara sipil pun dibangun pada tahun 1665 setelah rumah dan tanah milik warga di dekat balai kota dibeli. Pekerjaan dilakukan oleh Jacob Boulan dengan empat kuli berkulit putih dan empat budak kompeni. Sipir mendapat tempat tinggal dengan bagian belakang menyambung ke halaman balaikota, yaitu di antara jalan dan halaman belakang yang luas.

Tiga rumah tahanan dibangun lagi di antara jalan dan penjara yang sudah ada. Untuk menghindari tahanan yang berusaha kabur, tembok dibikin setebal tiga bata dengan plafon melengkung dan atap datar.

Perjalanan gedung balaikota kedua sampai tahun 1680. Kala itu, kondisinya sudah sangat rusak. Adalah Adriaan de Leeuw si pemborong bangunan. Ia jugalah yang berurusan dengan pemeliharaan gedung, tempat pertahanan, jalan, kanal, dan jembatan di dalam kota. Saat ia memeriksa bangunan balaikota kedua, kondisi bangunan sudah turun dengan atap yang bocor di mana-mana.

Fondasi tambahan di sisi timur dan barat tidak kuat menahan tembok tebal dan atap yang berat. Akibatnya, ya itu tadi, atap bocor meluas dan bangunan turun. Perbaikan dikerjakan selama sekitar lima tahun, yaitu hingga 1685. Selain perbaikan, sebuah ruang penyiksaan juga ditambahkan di gedung itu.

Tak sampai 10 tahun kemudian, balaikota kedua kembali rusak. Di sinilah dimulai pembangunan kembali gedung balaikota yang kemudian berfungsi sebagai Museum Sejarah Jakarta. Pendeteksian kerusakan sudah mulai dilakukan pada 1704 oleh pemborong Marcus de Bayonville. Turut mendukung, pegawai Kadaster (semacam Badan Pertanahan Nasional), Bartel van der Valk, dan J Kemmer si tukang kayu. Mereka mendata kerusakan apa saja yang terjadi pada gedung balaikota kedua itu.

Dua tahun kemudian, tepatnya bulan Maret, deteksi kedua dikerjakan. Dari situ muncul lagi daftar panjang kerusakan gedung ditambah usul perbaikan. Akhirnya, perbaikan besar ditetapkan selama periode 1706-1712 dengan pemborong Willem Jorisz van de Velde. Bartel van der Valk masih ikut membantu, ditambah kuli bangunan dari kampung pertukangan. Bukannya perbaikan, melainkan pembangunan gedung balaikota baru-lah yang akhirnya dikerjakan. Van de Velde mulai membangun balaikota baru pada 1707.

Penjara di Balaikota (1)





Koninklijke Bibliotheek The Hague
Beginilah ilustrasi tentang balai kota di tahun 1682. Ilustrasi itu digambarkan dalam buku jurnal perjalanan Johan Nieuhoff.
Kamis, 3 Juni 2010 | 19:36 WIB

KOMPAS.com — Tanggal 7 Juli 1710 akhirnya gedung balaikota yang baru dapat diresmikan oleh Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck. Demikian tertulis dalam buku Dari Stadhuis Sampai Museum. Balaikota yang baru itu tak lain adalah gedung yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta (MSJ).

Itu artinya, pada 7 Juli mendatang, gedung itu berulang tahun yang ke-300. Sebuah perjalanan panjang menembus waktu, melewati tiga abad. Dalam rangka HUT Jakarta yang ke-483 dan HUT ke-300 gedung bekas stadhuis (balaikota), maka selama Juni hingga Juli, tulisan mengenai stadhuis akan selalu mengisi laman ini bergantian dengan persoalan Jakarta di usia yang nyaris menginjak 500 tahun.

Kisah dimulai dari keberadaan balaikota lama yang dibangun oleh Jan Pieterszoon (JP) Coen, yaitu di sebelah timur Kali Ciliwung, tak jauh dari jembatan gantung yang kini dikenal dengan nama Jembatan Kota Intan. Balaikota lama pada masa kini kira-kira ada di Jalan Tongkol, Jakarta Utara. Sayangnya, tak ada data gambar tentang bangunan tersebut.

Data tentang balaikota kedua dan balaikota yang kini jadi MSJ lebih lengkap dan disebutkan bahwa peletakan batu untuk pembangunan balaikota kedua dilakukan pada 30 Mei 1626. Ide membangun kembali balaikota kedua datang dari Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier yang berkuasa pada 1623-1627. Peletakan batu pertama sengaja dilakukan pada 30 Mei sebab pada abad itu, 30 Mei dirayakan sebagai hari berdirinya Kota Batavia.

Balaikota kedua itu berdiri di lokasi yang sama dengan stadhuis terakhir yang kemudian menjadi MSJ. Gedung yang saat pembangunan harus melalui masalah keuangan itu berlokasi tak jauh dari lapangan pasar. Namun, nama lapangan itu kemudian menjadi stadhuisplein atau lapangan balaikota, lebih mudah lagi, alun-alun.

Hans Bonke dan Anne Handojo dalam buku tersebut menjelaskan, anggaran pembangunan balaikota kedua itu diambil dari pajak penduduk. Semua penduduk Batavia, tak terkecuali. Hasilnya, terkumpul 12.500 rijksdaalders (mata uang Belanda pada akhir abad ke-16). Dan penyumbang terbesar tak lain adalah warga Tionghoa.

Gedung yang pembangunannya tidak diselesaikan ini mempunyai lonceng yang akan berbunyi manakala pintu-pintu kota ditutup dan pada saat eksekusi hukuman mati. Pada bagian belakang gedung ini terdapat lima sel. Dua sel di sebelah timur dipakai untuk pegawai VOC dan disebut Penjara Kompeni. Sel lain untuk penduduk biasa. Selain itu, balaikota ini juga berfungsi sebagai gereja dan tempat pemakaman.

JP Coen adalah salah satu “penghuni” makam di balaikota kedua ini. Saat ia meninggal pada 1629, jasadnya dimakamkan di sana dan pada 1634 dipindahkan ke gereja baru, Hollandse Kerk (kini menjadi Museum Wayang).

Sekitar 20 tahun kemudian, 1648, Gubernur Jenderal Cornelis van der Lijn yang berkuasa pada 1645-1650 mulai “gerah” atas kondisi balaikota yang compang-camping, termasuk karena atap yang dibangun pertama dibikin datar sehingga perlu dibikin atap baru.

Lagi-lagi, perbaikan balaikota ini pun mengalami kendala meski akhirnya kelar pada 1652. Bonke dan Handojo menjelaskan, bangunan bergaya Corinth itu naik sekitar 0,5 cm dan pintu masuk terbuat dari batu alam. Gedung dibangun dengan dua tingkat serta jendela kaca besar dan berteralis. Di atas atap di bagian pintu masuk gedung dipasang patung yang kemungkinan menggambarkan Dewi Justitia, Dewi Keadilan.

Data lain soal balaikota yang diperbarui ini adalah halaman belakang gedung ini berbatasan dengan tembok membatasi balaikota dengan Tijgergracht (Jalan Pos Kota) di timur, dan di barat tembok memanjang mengikuti Binnen Niewpoortstraat (Jalan Pintu Besar Utara). Seperti bangunan awalnya, di bagian belakang gedung balaikota masih terdapat sel-sel penjara.

Seperti pada pembangunan balaikota kedua, perbaikan gedung balaikota ini juga dibebankan ke penduduk melalui pajak yang sangat tinggi.

Hukuman di Stadhuis Batavia
Artikel Terkait:


Tropenmuseum
Hukum Gantung di Stadhuis sekitar akhir abad 19 dan awal 20.
Senin, 21 Juni 2010 | 12:53 WIB

KOMPAS.com -- Bicara soal hukuman mati di Batavia, ternyata jumlahnya cukup banyak, khususnya dari data yang ada di awal abad 18. Data itu menjelaskan perbandingan antara hukuman mati di Amsterdam dan Batavia di mana Amsterdam dengan jumlah penduduk 210.000 orang ada lima hukuman mati per tahun. Sedangkan Batavia dengan 130.000 warga bisa dua kali lebih besar daripada jumlah orang yang dihukum mati di Amsterdam per tahun. Padahal aturan dan hukuman ala VOC sudah berlangsung sejak abad 17.



Hukuman itu berbeda-beda tiap kelompok. Misalnya, VOC yang sejak 1602 diberi hak monopoli dagang. Urusan hukum dan peraturan menjadi bagian dari hak VOC. Namun kemudian masalah berkembang karena yang bermasalah adalah bangsanya atau pegawai mereka sendiri. Di kemudian hari, dalam Kota Batavia yang sudah multietnis sejak berdiri, aturan dan hukuman itu menjadi masalah. Gamang, mana aturan dan hukum yang harus diberlakukan. Belum lagi bicara Hindia Belanda.



Pada 1621, Kelompok 17 atau Heeren Zeventien, memutuskan bahwa semua hukuman dan aturan yang berlaku di republik di mana Hereen Zeventien berkuasa, berlaku pula di Hinda Belanda. Adalah Joan Maatsuycker, ahli hukum yang juga sempat menjadi gubernur jenderal, yang kemudian menyusun hukum kolonial yang kemudian disebut Bataviasche Ordonnanties.



Hukum di Batavia ini diatur berdasarkan adat masing-masing. Jadi berbeda antara orang Etropa dan non Eropa. Di Batavia ada tiga Dinas Polisi dengan sorang kepala. Dialah yang bertanggungjawab pada penangkapan yang terjadi di wilayahnya.



Sementara itu di kompleks kastil, galangan kapal di Pulau Onrust dengan pulau-pulau lain di sekitarnya, kapal-kapal di pelabuhan, hingga gedung-gedung kompeni berada di bawah pengawasan Advokat Fiskal. Sedangkan wilayah-wilayah lain Kota Batavia diawasi oleh pegawai kehakiman serta ketua lingkungan. Itu di kawasan Batavia. Di luar Batavia, mereka disebut landdrost.



Mereka yang didakwa melakukan kejahatan atau makar akan ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara sambil menanti keputusan pengadilan. Status terdakwa juga menentukan apakah mereka akan bertemu dengan dewan pengadilan atau dewan pemerintahan kota. Hakim bisa menjatuhkan hukuman sangat ringan, yaitu hanya membayar denda,pemecatan, hukuman badan, sampai hukuman mati. Dan perlu diingat, semua proses itu dilakukan di balai kota.



Undang-undang Belanda menentukan, yang boleh dihukum adalah mereka yang sudah mengaku. Untuk mau mengaku, jaksa penuntut sudah menginterogasi terdakwa, dengan siksaan sekalipun. Di salah satu ruang di balai kota diyakini merupakan tempat penyiksaan tahanan. Hanya saja tak/belum diketahui di mana tepatnya ruang interogasi itu. Pokoknya tahanan disiksa agar mengaku, tepatnya mengaku karena dipaksa. Dan para hakim masa bodoh dengan teriakan para tahanan yang disiksa.



Hukuman lain yang biasanya diberlakukan bagi tentara adalah mempermalukan si terdakwa dengan memasukkan terdakwa ke dalam kerangkeng besi yang dipajang di depan balai kota. Ada lagi, namanya kuda kayu. Jadi si terdakwa di disuruh duduk di atas rak kayu dengan permukaan tajam sementara kaki mereka diberi pemberat.







Selain itu ada hukuman ayunan, di mana pegawai kompeni yang bersalah dihukum dengan cara kaki dan tangan diikat kemudian ditarik ke atas selanjutnya dibiarkan jatuh menggantung. Pada 1706, demikian dikisahkan Hans Bonke dan Anne Handojo dalam Dari Stadhuis Sampai Museum, hukuman kerangkeng dihapus tapi tidak dengan hukuman kuda dan ayunan.

Sejarah Jakarta: Periode Fatahillah Hilang







Kompas.com/Egidius P
Nama Fatahillah kini diabadikan menjadi nama taman di depan gedung Museum Sejarah Jakarta, gedung yang pada masa kolonial merupakan Stadhuis atau balaikota.
Sabtu, 20 Juni 2009 | 14:09 WIB

SEBELUM Batavia berdiri, di bawah tanahnya pernah ada sebuah kota bernama Jayakarta. Lokasinya sekarang kira-kira di daerah The Batavia Hotel hingga ke Jalan Kopi. Karena Sunda Kalapa dulu itu lokasinya kini ada di sekitaran Kalibesar Barat. Kisah tentang Jakarta tak akan bisa lepas dari keberadaan Fatahillah yang pada tahun 1527 berhasil mengenyahkan Pajajaran dan Portugis. Pada tahun itu pula, ia merebut Sunda Kalapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta.

Di tahun 1619 VOC yang dipimpin oleh JP Coen menaklukkan Jayakarta dan membakar kota itu untuk kemudian mendirikan Batavia.

Nugroho Notosusanto dalam sebuah tulisan yang terbit dalam Ketoprak Betawi menulis, tanggal 21 Agustus 1522 Pajajaran dan Portugis membuat perjanjian, di mana Portugis, melalui Fransisco de Sa, diizinkan membangun sebuah benteng di Sunda Kalapa. Pada 1526 de Sa mendapat tugas menggempur Bintan dan dari sana ia mengarah ke selatan hingga bertemu Fatahillah dan kalah.

Lantas siapa itu Fatahillah? Ia berasal dari Pasai dan melarikan diri saat kota itu direbut Portugis. Fatahillah pun mengembara ke Demak. Dari Demak ia tiba di Jawa Barat dan bertemu de Sa di Sunda Kalapa. Bertempur, menang, dan tinggal sebentar di Jayakarta untuk kemudian pergi ke Cirebon dan menetap di sana. Kekuasaan diserahkan kepada Tubagus Angke. Siapa dia, sejarah tak terlalu banyak menyebut siapa Tubagus Angke ini. Dalam penelitian Dinas Museum dan Sejarah tahun 1994 disebutkan, Tubagus Angke masih kemenakan Maulana Bagdad atau Maulana Abdurahman (dalam Babad Banten).

Tubagus Angke dikatakan memiliki putra yang kemudian melanjutkan kekuasaan di Jayakarta. Nama sang putra adalah Pangeran Jakarta Wijayakrama. Pangeran Wijayakrama inilah yang kemudian takluk pada pasukan VOC di bawah JP Coen. Coen kemudian membakar kota Jayakarta dan membangun Batavia di atas reruntuhannya.

Pangeran Jakarta Wijayakrama diperkirakan mulai memerintah pada 1596 karena dalam salah satu sumber Belanda disebutkan, raja Jayakarta di kala itu sudah tua – maksudnya Tubagus Angke. Di seputaran waktu itu diperkirakan kekuasaan sudah diserahkan kepada Pangeran Jakarta.

Pada 1610 Wijayakrama membuat perjanjian dengan Pieter Both, gubernur jenderal, yang isinya antara lain, orang Belanda yang datang ke Jayakarta boleh berdagang; orang Belanda boleh membangun loji untuk tempat dagangan mereka; orang Belanda boleh mengambil kayu dari pulau-pulau untuk membuat kapal; cukai barang diserahkan ke Raja Jakarta.

Namun lama kelamaan hubungan itu makin tak harmonis hingga tiba JP Coen di Jayakarta. Perselisihan itu berbuntut perang pada 1618 dan akhirnya pada 1619 Jayakarta berhasil direbut Coen.

Kisah tersebut di atas agak sulit didapat, kalaupun ada, informasinya berbeda dengan bahasa yang tak teratur, pula. Demikian pula informasi tentang bagaimana wajah Fatahillah, misalnya.

Terlebih lagi di Museum Sejarah Jakarta (MSJ), yang memamerkan sejarah Jakarta sejak masa pra sejarah hingga masa kolonial, ternyata tak ditemukan periode Jayakarta semasa Fatahillah. Periode itu sepertinya hilang sehingga cerita melompat dari zaman pra sejarah, Hindu, langsung Batavia di bawah JP Coen (kolonial). Tak lengkap bicara sejarah Jakarta tanpa menyebut Fatahillah. Periode sekitar satu abad hilang. Padahal inti sejarah Jakarta adalah dimulainya Jayakarta sebagai embrio Jakarta.

Tugas melengkapi periode Fatahillah itu tak sebatas tugas MSJ tapi juga dinas, dalam hal ini dinas kebudayaan yang kini berbagi peran dengan dinas pariwisata. Keberadaan bidang pengkajian dan pengembangan sejak masa Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI sejatinya antara lain bertugas menutupi bolongnya periode sejarah itu.

Barangkali di HUT ke-482 Jakarta ini lantas ada greget dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, khususnya bidang kebudayaan, untuk segera merapatkan diri, merancang program, membenahi apa yang dirasa kurang dan melenceng, termasuk menggali potensi budaya asli Jakarta. Pasalnya, sejak penggabungan dua dinas, pariwisata dan kebudayaan, rasanya bidang kebudayaan berjalan bagai tanpa pegangan, tanpa induk. Kalau boleh lebih gamblang, seperti tak punya arah yang jelas, yaitu sebuah program besar yang disinerjikan dengan seluruh bidang termasuk pariwisata.

HUT Kota Jakarta

tahun 1629, beberapa waktu setelah JP Coen meruntuhkan Jayakarta dan mendirikan Batavia.
Rabu, 23 Juni 2010 | 15:03 WIB

KOMPAS.com — Tanggal 22 Juni, dipercaya, diyakini, dirayakan sebagai hari jadi Kota Jakarta. Percaya tidak percaya, setuju tidak setuju, sudah sejak sekitar 60 tahun lalu tanggal itu selalu dinanti warga karena berbagai keriaan yang digelar dalam rangka dirgahayu kota ini. Boleh sangat jadi, begitu banyak warga Jakarta yang tidak mengetahui bahwa hari jadi Kota Jakarta itu hingga kini masih kontroversial.

Penelitian terhadap kebenaran kapan sebenarnya kota ini lahir tampaknya tak juga dilanjutkan. Dengan demikian, 22 Juni masih tetap akan melekat dalam benak warga sebagai hari jadi Kota Jakarta.

Semua ini dimulai dengan SK Dewan Perwakilan Kota Sementara Djakarta Raja pada Februari 1956. Surat itu memutuskan bahwa hari lahir Jakarta adalah 22 Juni 1527. Angka, bulan, dan tahun itu didapat dari hasil penelitian Prof Dr Mr Sukanto dalam buku Dari Djakarta ke Djajakarta yang ditulis pada 1954.

Adalah Wali Kota Jakarta Sudiro, bertugas pada 1953-1960, yang kemudian mengamini hasil penelitian Sukanto dan menetapkannya sebagai hari jadi Kota Jakarta.

Sukanto sebenarnya hanya melengkapi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prof Dr PA Hussein Djajadiningrat. Hussein-lah, dalam disertasi berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten, yang pertama kali menetapkan tahun 1527 sebagai tahun kelahiran Jayakarta.

Disertasi itu dipertahankan pada 1913 di Universiteit Leiden, Belanda. Dalam disertasi itu ia menyatakan bahwa Jayakarta berarti volbrachte zege (kemenangan yang selesai), yaitu nama yang diberikan Fatahillah kepada Sunda Kalapa setelah berhasil direbut dari kerajaan Hindu, Kerajaan Pajajaran. Adpaun Fatahillah adalah ipar Sultan Demak.

Singkat cerita, pada 21 Agustus 1522, Pajajaran dan Portugis membuat perjanjian, yaitu Portugis diizinkan membangun benteng di Sunda Kalapa. Sebuah tugas yang diserahkan ke Francisco de Sa, yang sebelum menuju Teluk Jakarta bertugas menggempur Bintan terlebih dahulu. Begitu tiba di Sunda Kalapa, pasukannya sudah dihadang oleh Fatahillah yang diberi tugas oleh sultan Demak untuk mengislamkan Jawa Barat. Demikian ditulis oleh Nugroho Notosusanto dalam “Dua Profesor Bertarung Tentang Hari lahir Jakarta”.

Berpegang dari penelitian Hussein itu, Sukanto memperkirakan pertempuran antara Fatahillah dan De Sa terjadi Maret 1527 sehingga nama Jayakarta pastilah muncul setelah itu. Namun, ternyata tak ada data kuat yang mendukung tanggal 22 Juni sebagai dimulainya nama Jayakarta. Lantas, Sukanto mengambil cara dengan menggunakan perhitungan Jawa yang biasa dipakai untuk keperluan masa panen. Dalam perhitungan itu, satu tahun dibagi ke dalam 12 mangsa, dan mangsa kesatu dimulai pada 22 Juni.

Sukanto menulis, lebih kurang, “Mengingat mangsa kesatu jatuh pada Juni (bulan panen atau setelah panen), kemungkinan Jayakarta diberikan pada tanggal 1 mangsa kesatu yaitu bulan Juni tanggal 22 tahun 1527. Harinya yang pasti kita tidak dapat menemukannya.”

Hussein menolak teori itu. Menurut sarjana Islamologi ini, Fatahillah akan menggunakan hari raya Islam sebagai cantelan hari lahir Jayakarta, bukan berdasar penanggalan tradisi. Dan hari raya terdekat pada waktu itu adalah Maulid Nabi, yaitu 17 Desember 1527.

Perdebatan tentang hari lahir Kota Jakarta terabaikan dengan perkembangan dan pembangunan kota yang makin sibuk dengan jalanan yang semakin macet. Upaya menggali kembali kebenaran tentang kapan hari lahir Kota Jakarta makin tak tersentuh, termasuk berbagai penelitian yang harusnya terus dilakukan demi memenuhi kekosongan bukti sejarah kota ini.

Dirgahayu Kota Jakarta!

Monday, June 28, 2010

Taman Bacaan, Peluang Bisnis Menjanjikan

Taman bacaan bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan, asal tak lupa memperhitungkan aspek-aspek lainnya.



Kamis, 15/4/2010 | 15:40 WIB

KOMPAS.com — Membaca adalah jendela dunia. Begitu kata orang bijak untuk memotivasi kita lebih mencintai buku dan gemar membaca. Memang dengan membaca kita bisa mengetahui segala informasi di dunia.

Kesadaran inilah yang membuat minat masyarakat untuk membaca makin besar. Sayang, masih banyak orang yang tidak bisa dan tidak mampu membeli buku bacaan karena tingginya harga buku. Selain itu, terlalu banyak buku, novel, dan komik yang terbit dan beredar menjadi alasan mereka keberatan dan membeli buku yang hanya akan sekali dibaca itu.

Karena kebutuhan inilah muncul peluang usaha penyewaan buku atau rental buku (taman bacaan). Fenomena ini tak hanya memberikan fasilitas bagi mereka yang suka membaca tanpa keluar banyak uang, tetapi juga memberi peluang bagi yang memiliki buku "menganggur" untuk disewakan. Anda berminat? Ini panduannya.

"How to Start"
Untuk memulai usaha ini, Anda mesti menentukan dulu siapa yang dijadikan target pasar. Memang yang paling menjanjikan adalah kalangan mahasiswa dan para penggemar fiksi dan majalah. Pemilihan target menjadi pertimbangan Anda dalam menyediakan buku-buku yang akan disewakan nanti plus lokasi usaha. Jika targetnya mahasiswa, lokasi dekat kampus atau kawasan kos tentu akan lebih menguntungkan.

Tempat yang dibutuhkan untuk usaha ini sebenarnya tidak perlu terlalu besar. Dengan ruangan seluas 3 x 3 meter saja sudah cukup. Namun, lebih besar ruangan memang akan lebih baik, mengingat jumlah koleksi yang akan dipajang dari tahun ke tahun pasti akan bertambah banyak.

Setelah lokasi didapat, Anda bisa segera menghubungi penerbit untuk mencari stok awal barang. Dengan membeli langsung ke penerbit, kita bisa mendapatkan buku dengan harga lebih murah. Namun, jika penerbit sulit ditembus, Anda bisa mengambil alternatif dengan membelinya dari agen-agen yang pasti ada di setiap kota. Untuk melengkapinya, Anda juga bisa memasukkan koleksi buku-buku Anda yang tersimpan di rumah atau membelinya di toko-toko buku.

Kualitas Terbaik
Jika ada teman yang memiliki banyak koleksi dan ingin menitipkan bukunya, boleh juga diterima. Semakin banyak buku, akan semakin memperkaya koleksi taman bacaan Anda. Apalagi, usaha ini bukannya tanpa pesaing. Setiap tahun, penyedia rental komik dan novel selalu bertambah. Itu sebabnya, Anda perlu memikirkan strategi bisnis untuk membuat usaha ini terus berjalan dan memiliki banyak pelanggan.

Kunci sukses dalam usaha ini adalah kelengkapan koleksi komik, novel, dan buku-buku lainnya. Pasalnya, para penyewa pasti akan mencari tempat penyewaan yang terlengkap. Dengan semakin lengkap koleksi kita, semakin besar pula kemungkinan meraih pelanggan.

Anda juga bisa menyiasati dengan memberikan kesempatan untuk menjadi member atau anggota di taman bacaan. Beri iming-iming, jika menjadi anggota, para pelanggan akan mendapatkan keistimewaan tersendiri, berupa fasilitas diskon atau pemberitahuan adanya koleksi terbaru via SMS atau e-mail.

Selain itu, usahakan agar para pelanggan di taman bacaan tidak kecewa dengan kualitas pelayanan. Dalam hal ini, sikap ramah pegawai dan juga ketersediaan koleksi bacaan. Jika tempat usaha Anda cukup luas, Anda bisa menyediakan kursi atau sofa untuk pengunjung yang ingin membaca di tempat. Dengan menjaga kualitas, pelanggan akan merasa senang dan puas.

Bisnis Menyewakan Lapangan Futsal

Menjalankan usaha ini tidak sulit, hanya saja, banyak pesaingnya.



Selasa, 8/6/2010 | 11:16 WIB

KOMPAS.com - Jangan biarkan lahan warisan Anda nganggur. Daripada jadi sarang nyamuk, lebih baik berdayakan sebagai persewaan lapangan futsal. Selain dikenal sebagai guru bahasa Inggris di sebuah sekolah menengah kejurusan di Depok, Ani Verdiyanti (33) memiliki persewaan lapangan futsal.

"Aku sendiri enggak turun langsung. Bisnis itu dikelola oleh saudaraku," ucap Ani.

Tugasnya sebagai pengajar tidak menyisakan banyak waktu untuk mengurus bisnis sampingannya. Paling-paling hanya menengok sebentar, kebetulan letak lapangan futsal tidak jauh dari rumahnya di Cibinong, Bogor. Setiap minggu, ia menerima setoran.

Di tanah 940 m2 miliknya, Ani membangun dua lapangan, masing-masing berukuran 11x20 m2. Didirikan setahun lalu dengan modal awal Rp 180 juta. Uang itu digunakan untuk mengeraskan tanah dengan semen, atap dari asbes, dinding kawat, toilet, dan keperluan futsal lainnya.

"Awal usaha futsal ini, ngikutin saran temen, katanya kontur tanahnya rata dan cocok untuk lapangan futsal. Apalagi waktu itu, bisnis ini sedang tren," terang Ani.

Di Cibinong, saat itu juga masih jarang terdapat lapangan futsal. Benar saja, saat lapangan tersebut baru dibuka, dalam sebulan ia bisa mendapatkan omset sebesar Rp 9 juta. Buka setiap hari, dari pagi sampai pukul 23.00. Saat weekend paling banyak dikunjungi penyewa.

Dibanding tempat lain, harga sewa Orange Footsal (nama lapangan futsal milik Ani), lebih murah. Ia tidak mematok harga tinggi, karena kebanyakan pelanggannya anak-anak sekolah. Sewanya hanya Rp 50.000/ jam. Untuk menjaga dan merawat lapangan tersebut, ia mempekerjakan tiga orang. Secara teknis menjalankan usaha ini tidak begitu sulit, karena hanya menyewakan tempat saja.

"Kadang anak-anak itu suka berantem. Biasanya kalau sudah menjurus ke perselisihan begitu, kita akan memperingatkan si penyewa. Kalau tetap ribut, jangan di tempat main futsal. Untungnya, tidak pernah ada yang sampai berkelahi di sini," tambah Ani lagi.

Kendala lainnya adalah, persaingan. Tentu saja, karena makin banyak pilihan berpengaruh ke omset tempat sewanya.

Modal: Rp 180 juta
Waktu: Setiap hari, dari pukul 07.00-23.00
Tantangan: Banyak pesaing
Keuntungan: Rp 1 juta - 9 juta/bulan
Kontak:
Ani Verdiyanti HP
0856 840 9748
Jl HM Asyari RT 01,

Dua Partner Wajib Bisnis Online

SHUTTERSTOCK
Penggunaan kartu kredit untuk pembayaran barang dianggap kurang praktis oleh calon pembeli.


Kamis, 17/6/2010 | 08:14 WIB

KOMPAS.com - Bisnis secara online kini semakin menjadi pilihan, karena modal dan biaya operasionalnya relatif kecil. Anda juga tidak terikat waktu dan tempat, sehingga bisa mengerjakan pekerjaan lain tanpa harus menunggui produk yang Anda jual.

Karena pembeli tidak bertemu langsung dengan Anda, mereka harus membayar barang melalui bank (transfer atau melalui kartu kredit). Anda pun harus memberikan barang melalui jasa pengiriman. Oleh karena itu, bank dan perusahaan jasa pengiriman menjadi dua partner yang wajib Anda miliki ketika merintis bisnis ini. Nah, bagaimana menentukan siapa yang layak menjadi partner ini?

Bank
Pilihlah bank yang mempunyai jaringan di seluruh Indonesia agar si pembeli mudah melakukan pembayaran. Seperti BRI, BNI, Mandiri, BCA, dan lain-lain. Ingat, jangan memilih bank yang tidak mempunyai jaringan yang baik, sebab akan mempersulit bisnis Anda.

Ada dua cara pembayaran untuk bisnis online. Pertama, cash on advance (bayar di muka). Artinya pembeli membayar terlebih dahulu, barulah barang dikirim. Kedua adalah cash on delivery (bayar saat barang diterima). Artinya, pembeli membayar setelah barang sudah dikirim. Pilih mana yang Anda anggap cocok. Namun, pengusaha online sebaiknya memilih metode cash on advance untuk mengantisipasi terjadinya penipuan. Jangan sampai pesanan sudah dikirim, tapi pembayaran tidak diterima karena pembeli kabur.

Perhatikan nama Anda yang tertera di situs. Harus lengkap dan jelas, sesuai dengan nama yang terdaftar di bank. Bila terdapat satu kesalahan huruf saja dalam penulisan, pembayaran tidak akan diterima, dan ini akan memperlambat proses transaksi jual-beli.

Hindari menggunakan PayPal (transaksi menggunakan kartu kredit di internet). Selain kerap tidak aman, cara ini juga dianggap kurang praktis oleh pembeli.

Jasa pengiriman
Pilih perusahaan jasa pengiriman yang mempunyai jaringan yang baik di seluruh Indonesia, seperti Tiki, DHL, Pos, FedEx, dan lain-lain.

Anda juga bisa bekerja sama dengan perusahaan jasa pengiriman agar mendapatkan harga khusus. Pilih juga perusahaan jasa pengiriman yang tidak begitu jauh dari rumah atau tempat usaha Anda. Ini akan memudahkan saat melakukan pengiriman barang. Ketika pengiriman barang berlangsung, Anda harus tetap berkomunikasi dengan perusahaan jasa pengiriman. Jadi ketika si pembeli menanyakan barangnya yang belum datang, Anda bisa memberikan jawaban yang memuaskan.

Harga barang sebaiknya disesuaikan dengan harga pengiriman dan sebaliknya. Jangan sampai harga pengiriman jauh di atas harga barang. Contoh: harga barang Rp 80 ribu. Hendak dikirim ke Papua dari Jakarta, dan ongkosnya Rp 150 ribu. Kalau pembeli mau menanggung ongkos kirim, ya tidak jadi masalah. Tetapi kalau tidak? Anda akan rugi.

bisnis daging sapi

Slaneys, Mengirim Daging Premium Langsung ke Rumah
BANAR FIL ARDHI
Yenny Firdaus Slaney memulai bisnis daging impor untuk konsumsi rumahan, dari permintaan teman dan kerabat, dengan total penjualan mencapai Rp 100 juta per bulan.


Rabu, 16/6/2010 | 17:43 WIB

KOMPAS.com - Daging impor, dalam hal ini daging sapi Australia, punya peminat tersendiri di Jakarta. Keberadaan ekspatriat dan para diplomat yang bekerja di Jakarta mendukung kebutuhan ini. Konsumen lokal pun mulai terpincut dengan kualitas dan rasa daging impor ini.

Peluang inilah yang ditangkap Yenny Firdaus Slaney, ibu dua anak, yang memulai bisnis daging dari lemari pendingin di dapurnya.

Awal 2009 Yenny membangun bisnis daging rumahannya melalui website. Bisnis ini berawal dari niat membantu rekan kerja suaminya yang membutuhkan daging sapi Australia, negeri asal Slaney, sang suami.

"Lama-kelamaan jadi terpikir, kenapa tidak mencoba bisnis rumahan, mengantar daging dari rumah ke rumah sesuai pesanan dan kebutuhan," kata Yenny kepada Kompas Female.

Menurut Yenny, perputaran bisnis daging impor rumahan cukup cepat. Memulainya pun tak terlalu sulit, karena daging potongan dari distributor pertama yang dikenalnya hanya dikenakan pajak bea masuk dan non PPN.

"Bisnis ini berdasarkan trust antara saya sebagai penyuplai dengan konsumen yang semuanya adalah untuk kebutuhan rumahan," tutur Yenny.

Setiap minggu selalu ada order yang harus segera dilayani pengirimannya, kata Yenny. Langganan menjadi pangsa pasar lain yang mendorong perkembangan bisnis ini. Misalnya saja, kata Yenny, seorang pelanggan selalu menerima kiriman kebutuhan daging tepat waktu, setiap Senin minggu pertama setiap bulannya. Pesanannya pun sama jumlah dan jenis dagingnya. Nilai pemesanan sekitar Rp 5 - 6 juta. Namun jika dirata-rata, per dua minggu Yenny menerima pesanan antara Rp 1 - 2 juta.

Untuk melayani kebutuhan konsumennya, Yenny membuka akses melalui SMS, e-mail, dan website. Di website ini, pembeli bisa melihat berbagai pilihan daging dan harganya.

"Dengan minimal order senilai Rp 500.000, pesanan bisa diantarkan langsung ke rumah," kata Yenny, menambahkan pengiriman dilakukan setiap Senin hingga Jumat, satu kali pengiriman saja dalam satu hari. Jadi, konsumen harus memesan sehari sebelumnya untuk dikirimkan keesokan harinya di luar akhir pekan.

Yenny pun menambah jumlah dan kapasitas lemari pendingin untuk menyimpan daging impor yang semakin banyak diminati pelanggan. Penyimpanan daging menjadi kunci penting untuk menjaga kualitas daging potongan. Rata-rata daging tersimpan di rumah Yenny selama satu bulan. Artinya, perputaran cukup cepat, dalam satu minggu Yenny harus segera memesan daging dari Australia dengan modal kisaran Rp 20 juta.

Kualitas nomor satu
Yenny memang gemar memasak, termasuk mengolah daging impor yang kebanyakan dibuat steak. Pengalaman menikmati daging berkualitas, ingin dibaginya kepada orang lain. Karenanya, bagi Yenny, bisnis rumahan ini tak sekadar mencari untung. Namun juga memastikan kualitas terjaga.

Dalam kelas workshop bersama komunitas memasak Mom Can Cook beberapa waktu lalu, Yenny diminta berbagi ilmu seputar daging impor. Dengan lugas dijelaskannya seluk-beluk daging Slaneys. Mulai soal pemotongan di peternakan besar di Australia, hingga distribusi dan penyimpanan yang baik untuk menjaga kualitas daging.

Lamanya waktu penyimpanan daging dalam chiller, bisa mempengaruhi rasa. Semakin lama disimpan daging akan semakin empuk, meski kondisinya beku.

"Banyak anggapan yang mengatakan daging beku itu tidak baik. Ini berasal dari kebiasaan para orangtua yang biasa membeli daging segar di pasar," kata Yenny.

Padahal, menurutnya daging segar di pasar (yang langsung dimasak) memiliki kualitas yang sama dengan daging yang disimpan dalam chiller, lemari es atau freezer.

Pemahaman seperti ini juga diberikan Yenny kepada pelanggannya atau konsumen baru. Alasannya, bagi Yenny, pelanggan harus paham cara memperlakukan daging premium dengan baik, untuk mendapatkan rasa terbaik.

Bisnis yang dibangun dengan sentuhan personal ini pada akhirnya memberikan kontribusi cukup tinggi. Omzet penjualan berada dalam kisaran Rp 80 - 100 juta per bulan. Cukup menggiurkan dengan operasional yang simpel, seperti biaya listrik sejumlah lemari pendingin, biaya kurir, serta tenaga profesional untuk mengelola laporan keuangan.

"Sejauh ini saya masih 100 persen meng-handle bisnis dari rumah," aku Yenny, yang merasa tak kerepotan membagi waktunya untuk menjalani bisnis lain di bidang garmen, dan mengurus keluarga tentunya.

Informasi produk dan harga daging impor Slaney's Beef:
www.slaneysbeef.com
SMS: 0811 9882182
email: sales@slaneysbeef.com

Friday, June 25, 2010

Hidup ini laksana naik sepeda. Untuk mempertahankan keseimbangan, kamu harus tetap bergerak.


Mereka yang Merayakan Hidup dengan Bersepeda

Jumat, 25 Juni 2010 | 03:53 WIB

Oleh Amir Sodikin dan Ahmad Arif

””

Perumpamaan Albert Einstein itu sudah seperti dogma di kalangan pesepeda. Penemu teori relativitas dan peraih Nobel Fisika tahun 1921 ini memang penggila sepeda. ”Saya berpikir tentang hal itu (teori relativitas) saat naik sepeda,” begitu kata Einstein.

Dengan bersepeda, semua pemandangan terbaik di jalanan bisa dinikmati. Banyak tokoh besar yang menemukan pencerahan saat bersepeda, juga tentu saja kesenangan. Sebagaimana dikatakan mantan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy, ”Tak ada kesenangan sederhana yang bisa dibandingkan dengan naik sepeda.”

Begitu pula Imson (50). Pengusaha dari Jakarta ini pun benar-benar menikmati kesenangan sederhana itu dengan bersepeda. Pada liburan akhir bulan lalu, bersama anggota komunitasnya ”de Pitts”, Imson khusus datang ke Yogyakarta ”hanya” untuk bersepeda.

Mereka datang ke Yogyakarta membawa sepeda, lalu menjajal jalur bersepeda di kota ini. Selain merasakan suasana bersepeda di Yogyakarta pada siang dan malam hari, penggila sepeda ini menjajal jalur tanjakan di seputar lereng Gunung Merapi.

Jumat pagi itu, anggota komunitas de Pitts yang terdiri atas pengusaha, pejabat, dan siswa sekolah menengah pertama tengah nongkrong di depan Warung Ijo, Pakem, Sleman. Warung yang menjual aneka jajanan tradisional itu adalah tempat pesepeda biasanya singgah, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan menyusur jalur mendaki lereng Gunung Merapi. Awalnya, dunia bersepeda jauh dari benak Imson. ”Dulu saya ikut klub motor Harley Davidson,” katanya.

Adalah anaknya, Hanantri (13), yang menularkan virus bersepeda kepadanya. ”Bapak memang sukanya main motor, lalu saya ajak nyoba sepeda saja, biar lebih sehat,” tutur Hanantri.

Imson menuruti keinginan anaknya. Pada mulanya ia mau ikut-ikutan bersepeda dengan misi terselubung. ”Tujuan awal saya sebenarnya hanya untuk melihat pergaulan anak saya seperti apa, sudah bener atau belum,” ujar Imson.

Ketika bersepeda dan masuk ke komunitas anaknya, de Pitts, Imson terkaget-kaget karena ternyata teman-teman anaknya kebanyakan adalah orang tua. Kekerabatan mereka tanpa mengenal batas usia dan kondisi sosial. ”Wah, kaget saya, ternyata temannya tua-tua semua,” katanya.

Imson pun merasa menemukan dunia baru. Akhirnya, empat dari lima Harley Davidson miliknya dia jual, diganti sepeda. Di tengah komunitas bersepeda, Imson tak hanya menemukan suasana hangat, tapi juga ada bonus tambahan. ”Badan lebih sehat dan berat badan lebih stabil. Kalau saya naik Harley, satu bulan saja berat badan naik satu kilogram. Dulu berat badan saya 75 kg, sekarang susut jadi 70 kg,” katanya.

Dengan bersepeda, Imson merasa tak berjarak dengan masyarakat. Berbeda saat dia masih menjadi anggota salah satu klub motor Harley Davidson. ”Ibaratnya, kalau pakai sepeda, ngajak teman jajan di warung biasa saja sudah bisa, tetapi kalau pakai Harley pasti cari restoran yang oke-oke dulu,” katanya.

Sebagaimana Imson, Tondo (36) pun awalnya penggila Harley Davidson. Pemilik perusahaan konsultan teknologi informasi dan usaha laundry ini mengaku menemukan dunia baru dari sepeda. Dunia yang lebih sehat, lebih tak berjarak dengan alam serta masyarakat sekitar.

Sejak empat bulan lalu sepeda motornya dijual dan dia pun bergabung dengan de Pitts. ”Kalau di klub Harley, motor agak jelek sedikit dijauhin. Memang tidak semua klub begitu. Namun, di sepeda kita tidak dilihat dari sepedanya, yang penting dengkulnya,” katanya.

Tondo merasa lebih sehat dan segar sejak bersepeda. Kini hampir tak ada liburan yang tak dilewatinya dengan bersepeda. Tondo pun keranjingan menjajal jalur-jalur sepeda menantang di sekitar Jakarta, seperti Cikole, Rindu Alam, dan Gunung Bundar. ”Rencananya, setelah Yogyakarta, kami mau ke Bromo lalu ke Bali,” katanya.

Agoes Triboesono, anggota komunitas yang juga pejabat di Kementerian Energi dan SDM, mengaku menggandrungi sepeda. Tak hanya bersepeda di kala libur ke luar kota, Agoes juga bersepeda di tengah hiruk-pikuk lalu lintas Jakarta. ”Kalau saya malah sebaliknya, jika merasa stres, justru bersepeda, hilang sudah stres saya,” ujarnya.

Para guru

Tak hanya kalangan ekonomi mapan, bersepeda telah jadi hiburan semua kalangan. Jalur bersepeda ”Warban” di Kampung Sekejolang, Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Bandung, menyatukan berbagai kelas sosial itu. Hampir tiap liburan, jalur bersepeda yang memperoleh nama dari warung yang menjajakan minuman bandrek itu dipenuhi pesepeda. Iwan Hermawan, guru SMA Negeri 9 Bandung, mengatakan, dia dan Komunitas Roda Dinas Pendidikan Kota Bandung hampir selalu mengisi liburan dengan bersepeda ke Warban.

Semangat mereka tak terpatahkan dengan kondisi jalur yang menanjak. ”Moto komunitas kami adalah ’matador’, manggih (bertemu) tanjakan dorong, ha-ha-ha,” kata Iwan.

Selain apa yang disebut Iwan memburu sehat, bersepeda juga sebagai ajang komunikasi yang efektif dengan rekan kerja serta atasan. ”Kalau sudah di atas sadel sepeda, kami enggak melihat dia wali kota, kepala dinas, atau anggota biasa,” kata Iwan.

”Pernah waktu bareng dengan orang dinas, sambil di atas sepeda saya bilang kalau saya bersama teman-teman besok mau demonstrasi soal tunjangan guru yang diturunkan. Dia (orang dinas) bilang jangan, tetapi saya tetap demo,” kata Iwan. Selesai unjuk rasa, Iwan kembali bersepeda bareng dengan atasannya di dinas pendidikan yang didemonya itu.

Sepeda menjadi tren di masyarakat. Di Perumahan Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta, agenda bersepeda tiap akhir pekan telah menjadi program rukun tetangga di sana.

”Tiap (hari) Minggu atau hari libur kami jalan-jalan sekitar 12 orang. Ini sudah masuk program RT, kegiatan untuk olahraga, kesehatan, dan kebersamaan,” kata Bambang Sudarmaji, warga Purwomartani.

Program jalan-jalan dengan sepeda ini mau tak mau ”memaksa” mereka yang belum bersepeda ikut bersepeda. ”Saya terpaksa beli sepeda dulu agar bisa ikutan program RT ini, ya, ini, kan, demi kebersamaan,” kata Yayan Suryana, dosen IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

”Kami ambil trek yang pemandangannya bervariasi, untuk rekreasi saja,” ujar Sugeng Raharjo, pegawai Dinas Pekerjaan Umum Yogyakarta, warga Purwomartani lainnya.

Apa pun alasannya, sepeda telah menyatukan mereka: orang-orang yang ingin hidup lebih sehat, lebih mengenal sesama, dan menyesapi alam serta kehidupan dengan lebih jernih.

Kembali ke Einstein, sebagaimana pernah dituturkan cucu murid Einstein yang juga Guru Besar Fisika Institut Teknologi Bandung Pantur Silaban, ”Einstein selama hidupnya tak pernah punya mobil.” Artinya, Einstein telah merayakan bersepeda sepanjang hidupnya....

Thursday, June 24, 2010

Pada tanggal 11 Juni 2010




, sekitar pukul 17.30, sebuah fenomena menarik terjadi di langit Yogyakarta. Sebuah cahaya panjang terlihat membentang seperti membelah langit. Apakah ada penjelasan sains dari fenomena semacam ini?

Foto ini diambil dari wilayah Kalasan, Yogyakarta pada tanggal 11 Juni 2010 sekitar pukul 17.30.


Sebagian orang mungkin beranggapan kalau foto di atas adalah hasil Photoshop. Namun, ternyata tidak. Walaupun terlihat sangat spektakuler, fenomena di atas adalah sebuah fenomena yang sudah dikenal di dunia sains dan bahkan memiliki penjelasan yang cukup sederhana.

Fenomena itu disebut Anticrepuscular Rays.

Ini penjelasan singkat mengenainya.

Untuk memahami soal Anticrepuscular Rays, terlebih dahulu kita harus memahami soal saudaranya yang bernama Crepuscular Ray.

Crepuscular Ray adalah suatu fenomena alam ketika cahaya matahari terlihat beradiasi dari satu titik tertentu. Radiasi cahaya ini bisa terjadi karena cahaya matahari masuk melewati celah-celah di antara awan atau objek lain dan biasanya terlihat menjelang matahari terbit atau tenggelam.

Fenomena ini juga dikenal dengan sebutan Sun Rays atau Gods Rays.

Ini contohnya:


Nah, kalian pasti sudah sering melihat fenomena seperti foto di atas.

Sekarang mengenai Anticrepuscular Ray.

Seperti Crepuscular ray, Anticrepuscular Ray adalah berkas sinar yang mirip dengan Crepuscular, namun terlihat berada di tempat yang berlawanan dari matahari.

Cahaya ini terjadi ketika Crepuscular Ray yang muncul dari matahari terbit atau tenggelam terlihat mengalami Konvergensi ulang di Titik Antisolar (Titik langit yang berlawanan dengan arah matahari).

Jika kalian bingung dengan definisi di atas, ingat saja ini: fenomena di atas juga terjadi karena sinar matahari terhalang oleh awan atau objek lainnya seperti crepuscular ray, namun ia terlihat di arah yang berlawanan dengan matahari. Sama seperti Crepuscular, fenomena ini juga sering terlihat ketika matahari terbit atau tenggelam.

Ini konsisten dengan fenomena Yogyakarta yang terlihat pada pukul 17:30.

Ini contoh-contoh lain fenomena serupa di berbagai belahan dunia.

Fakta Unik Tentang Cara Membaca

Ternyata anggapan bahwa membaca itu susah dalam artian kita harus rajin membaca banyak artikel atau sumber berita jika ingin berwawasan luas adalah keliru. Dari contoh penelitian berikut ini membuktikan jika satu paragraph atau lebih sangatlah mudah, bahkan anda tidak perlu fokus pada bacaan untuk mengerti dan paham dengan bacaan.

Berikut buktinya:


Pneeilitan Tnetnag Craa Bcaa Mnasuia
Menuurt sbeauh penilitean di Cmabrigde Uinervtisy, tdaik mejnadi maslaah bgaimanaa urtaun hruuf-hruuf di dlaam sebauh ktaa, ynag palnig pnteing adlaah leatk hruuf partema dan terkhair itu bnaer. Siasnya dpaat brantaaken saam skelai dan kmau maish dpaat mebmacanya tnpaa msaalah. Hal ini kaerna otak manusia tidak membaca setiap huruf masing-masing, tatepi kata keseluruahn.
Manejkubakn naggk?”

ketika dia memanggilku ayah






ketika dia memanggilku ayah.....terlihat pancaran matanya yang bahagia....
rona wajah yang gembira saat tangan mungilnya menyentuh pipiku
rasa hangat menjalar ketubuhku..
membuatku nyaman dan selalu ingin bersamanya..

pertanyan demi pertanyaan yang terlontar dari bibirnya
kujawab dengan sangat senang..
celotehan lucunya membuatku selalu ceria..

ajakan bermain bola darinya kuikuti dan selalu mengasyikan
membuatku sengguh berarti...

puteraku...
sungguh kaulah pelitaku, pemberi sinar hidupku...
bersamamu sungguh hidupku selalu ingin abadi..



11 juni 2010

Monday, June 21, 2010

Email Subject Line: Resignation

Dear Mr./Ms. Last Name:

Please accept this message as notification that I am leaving my position with ABCD effective September 15.

I appreciate the opportunities I have been given at ABCD and your professional guidance and support. I wish you and the company success in the future.

Please let me know what to expect as far as my final work schedule, accrued vacation leave, and my employee benefits.

If I can be of assistance during this transition, please let me know.

Your Name

Formal Resignation Letter Sample

Your Name
Your Address
Your City, State, Zip Code
Your Phone Number
Your Email

Date

Name
Title
Organization
Address
City, State, Zip Code

Dear Mr./Ms. Last Name:

I would like to inform you that I am resigning from my position as HR Supervisor for the finusia Company, effective October 1.

Thank you for the support and the opportunities that you have provided me during the last two years. I have enjoyed my tenure with the company.

If I can be of any assistance during this transition, please let me know. I would be glad to help however I can.

Sincerely,

Your Signature

Your Typed Name

Saturday, June 12, 2010

Che Guavara Penderita Asma

Dr Samsuridjal Djauzi

Anak laki-laki saya sekarang berumur 13 tahun. Sejak kecil dia menderita asma. Sebelum usia sekolah, serangan asma dapat mencapai dua sampai tiga kali sebulan. Bahkan pernah pada waktu kelas II SD dia harus dirawat di rumah sakit. Namun dengan bertambah usia, serangan asmanya menjadi jarang. Biasanya hanya satu kali dalam dua sampai tiga bulan.

Dokter anak memberikan obat yang berlainan. Dulu diberikan obat campuran dalam bentuk puyer atau kapsul, tetapi sekarang diberikan obat asma bentuk hirupan. Semula saya menyangka obat asma hirupan merupakan obat keras dan banyak efek samping. Ternyata tidak. Dengan obat hirupan asma ini, dia merasa lebih nyaman. Obat dapat dibawa-bawa dan sekarang dia sudah hampir tak pernah tidak masuk sekolah karena serangan asma.

Selain obat hirupan yang digunakan melalui mulut, dia juga harus memakai obat semprot hidung untuk rinitis alerginya. Memang gejala rinitis alergi anak saya cukup mengganggu. Pagi hari bangun tidur dia bersin berkali-kali, kemudian hidungnya berair dan baru akan mereda setelah pukul sepuluh siang. Setelah menggunakan obat semprot hidung, gejala rinitisnya berkurang. Dengan demikian, dua masalah, yaitu asma dan rinitis alergi, sekarang ini dapat diatasi.

Prestasi belajarnya juga mulai membaik sejak dia tak terganggu oleh kedua penyakit ini. Sekarang dia dapat bersekolah dan bermain tanpa gangguan asma maupun rinitis alerginya. Anak saya senang berenang, tetapi selama ini saya melarang dia berenang karena saya khawatir tak baik bagi alergi dan asmanya. Melihat keadaan penyakitnya yang sekarang sudah tenang, apakah boleh dia berenang. Apakah nanti pilek alergi dan asmanya akan kambuh. Saya ingin melihat anak saya bermain dan tumbuh seperti anak lain tanpa terlalu banyak pembatasan, tetapi di pihak lain saya khawatir penyakit asma dan pilek alerginya akan kumat kembali.

M di B

Jawaban:

Pilek alergi (dalam istilah kedokteran disebut rinitis alergi) merupakan penyakit yang sering dijumpai di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, menunjukkan bahwa sekitar 20 persen populasi yang diteliti pernah mengalami rinitis alergi. Sementara penyakit asma meski juga sering ditemukan tetapi kekerapannya lebih rendah, sekitar 5 persen.

Namun, antara pilek alergi dan asma sebenarnya terdapat hubungan yang erat. Sebagian penderita pilek alergi jika diteliti lebih lanjut sebenarnya juga menderita asma. Sebaliknya pada penderita asma jika diteliti sebagian juga ternyata menderita pilek alergi. Kedua penyakit ini didasari oleh hal yang sama, yaitu proses radang di saluran napas. Karena itulah pengobatan pilek alergi maupun asma memerlukan obat antiradang yang biasanya adalah obat golongan steroid yang bersifat lokal. Seperti yang dialami oleh anak Anda, pengobatan rinitis alergi dan asma secara bersamaan akan memberi hasil yang baik. Artinya, penderita asma yang rinitis alerginya tak diobati dengan baik hasil pengobatannya kurang baik.

Memang sejak pemahaman kalangan kedokteran mengenai penyakit rinitis alergi dan asma penggunaan obat steroid yang dihirup atau disemprotkan menjadi lebih banyak. Obat tersebut bersifat lokal, langsung berefek di tempat yang dibutuhkan dan kurang menimbulkan gejala sistemik sehingga efek samping steroid yang dikhawatirkan risiko terjadinya amat berkurang.

Seperti diketahui, jika steroid digunakan secara sistemik (misalnya melalui tablet atau suntikan) dalam jangka panjang, dapat berisiko menimbulkan peningkatan gula darah, peninggian tekanan darah, juga menimbulkan katarak. Sayangnya obat steroid lokal baik yang berbentuk hirupan atau semprot masih agak mahal.

Che Guevara

Di luar negeri obat ini sudah digunakan sebagai standar terapi. Di Indonesia, asuransi kesehatan pegawai negeri juga telah menggunakannya sebagai obat standar. Sebenarnya penderita asma yang dapat dikendalikan secara total dapat hidup sebagaimana layaknya bukan penderita asma. Dalam pertandingan olimpiade misalnya, juara renangnya ada yang menderita asma. Ini menunjukkan bahwa jika pengobatan baik bukan saja penderita asma dapat berolahraga, tetapi juga mampu mencapai prestasi yang gemilang.

Salah seorang idola remaja, Che Guevara, ternyata juga penderita asma. Dia menjadi dokter dengan spesialisasi alergi dan dikenal sebagai pemain rugbi yang andal. Nah, dari kedua contoh ini dapat disimpulkan bahwa penderita asma dapat menikmati kualitas hidup yang baik tanpa terganggu oleh keterbatasan.

Namun untuk mencapai pengendalian total ini perlu kerja sama antara dokter dan penderita atau keluarganya. Sekarang tersedia alat ukur yang sederhana berupa sistem skor yang dapat digunakan oleh penderita untuk menilai sendiri derajat pengendalian asmanya. Ada beberapa pertanyaan yang dapat dijawabnya sendiri. Melalui jawaban tersebut akan dihitung skor yang diperolehnya. Makin tinggi skor, makin baik. Ketika berkonsultasi ke dokter, penilaian tersebut dapat ditunjukkan untuk dilakukan penilaian ulang. Nah, pencapaian yang diinginkan adalah pengendalian total.

Memang tidak mudah mencapai pengendalian asma secara total. Namun dengan kerja sama yang baik antara dokter dan pasien, banyak yang berhasil mencapainya. Keuntungan mencapai pengendalian total ini adalah kualitas hidup yang meningkat. Penderita asma dapat mengikuti berbagai kegiatan yang selama ini tak dapat diikutinya tanpa terganggu oleh serangan asma.

Jadi, Anda tak perlu merasa terlalu khawatir mengizinkan anak Anda untuk berenang. Bahkan sebenarnya olahraga renang dianjurkan bagi penderita asma. Kelembaban udara di atas kolam merupakan lingkungan yang baik untuk penderita asma. Hanya saja jangan lupa penderita harus menggunakan obat asmanya secara teratur.

Dokter akan menganjurkan penurunan atau peningkatan dosis obat sesuai dengan skor pengendalian asmanya. Nah, mudah-mudahan anak Anda dapat menikmati masa anak-anaknya dan mencapai prestasi belajar yang baik.