Thursday, June 19, 2025
Betawi di Daerah Cikoko, Jakarta Selatan - Menjaga Warisan di Tengah Modernisasi
Usman Arifin M, SH, MH
Alumni Magister Ilmu Hukum Jurusan Hukum Ketenagakerjaan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Cikoko, sebuah kelurahan di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, merupakan wilayah urban yang terus berkembang pesat. Di tengah hiruk-pikuk pembangunan infrastruktur dan kawasan bisnis yang menjamur, tersimpan jejak budaya yang kuat: keberadaan masyarakat Betawi. Dalam keseharian yang sibuk masuk ke gang nya terdapat pemukiman rapat penduduk yang sebagian besar dihuni oleh masyarat betawi yang masih memelihara tradisinya. Patung pancoran yang menjulang dan begitu terkenal diseluruh Indonesia, wilayah cikoko muncul seolah-olah menjadi saksi bisu dalam diamnya mengatakan jika pancoran termasuk dalam wilayahnya ataupun cikoko merupakan bagian dari daerah pancoran Jakarta selatan itu sendiri. Jauh sebelum jalan gatot subroto dibangun tebet dan pancoran menyatu tanpa ada pemisahan, jalur gatot subroto dibangun dan memisahkan daerah yang tadinya bertentangga tersebut.
Sejarah dan Identitas Betawi di Cikoko
Kelurahan Cikoko berada di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, terbentuk sejak 1978 menurut PP RI No. 25/1978 sesuai dari kutipan dari media social en.wikipedia.org+5id.scribd.com+5selatan.jakarta.go.id+5. Pancoran sendiri adalah bekas bagian dari Mampang Prapatan yang dimekarkan tahun 1990. Suku Betawi tumbuh dari asimilasi etnis Melayu, Sunda, Jawa, Arab, Tionghoa, India, Bugis, Bali, hingga Eropa sejak masa Batavia abad ke-17 seperti yang dikutip dari id.scribd.com+4infodkj.com+4hijkt.com+4. Akulturasi ini terekam dalam berbagai aspek budaya, salah satunya kesenian Cokek, perpaduan Betawi–Tionghoa sejak akhir abad ke-19
Secara historis, Cikoko merupakan salah satu kawasan yang menjadi bagian dari wilayah pemukiman masyarakat Betawi asli. Nama "Cikoko" sendiri diyakini berasal dari nama tanaman atau istilah lokal Betawi tempo dulu. Warga Betawi di sini telah bermukim sejak puluhan tahun lalu, bahkan sebelum Jakarta berkembang menjadi kota metropolitan seperti sekarang.
Masyarakat Betawi di Cikoko mempertahankan identitas mereka melalui berbagai aspek budaya, mulai dari bahasa, kuliner, pakaian tradisional, hingga kesenian seperti lenong dan tanjidor. Meski jumlah penduduk Betawi di Cikoko kini mulai berkurang akibat urbanisasi dan pergeseran demografis, pengaruh budaya mereka masih terasa kuat.
Budaya Betawi di Tengah Perubahan
Beberapa tradisi Betawi yang masih dilestarikan di Cikoko antara lain:
• Pernikahan adat Betawi, yang masih digelar lengkap dengan iring-iringan ondel-ondel, palang pintu, dan pakaian adat seperti baju demang dan kebaya encim.
• Kuliner khas Betawi seperti soto Betawi, kerak telor, dan nasi uduk yang masih banyak dijajakan oleh pedagang lokal, terutama saat bulan Ramadan atau pada acara-acara komunitas.
• Perayaan Hari Raya dan tradisi Maulid Nabi, yang dirayakan secara meriah dengan pengajian, silaturahmi warga, dan sajian makanan khas.
Tantangan dan Upaya Pelestarian
Masyarakat Betawi di Cikoko kini menghadapi tantangan besar: tekanan dari pembangunan dan pergeseran sosial. Banyak lahan tradisional berubah menjadi gedung-gedung kantor dan apartemen. Anak-anak muda Betawi mulai meninggalkan budaya leluhur karena pengaruh gaya hidup modern. Selain factor tadi beberapa factor menjadi alasan kenapa budaya betawi makin tergerus, salah satunya ketidakadanya lapangan yang luas ataupun tergerusnya taman-taman yang dapat digunakan oleh masyarat untuk menjalankan tradisinya, misalkan untuk melaksanakan budaya topeng atau tanjidor dibutuhkan panggung besar dan banyak warga akan berkumpul dengan kondisi ruang public yang makin sempit maka pelaksanaan hajatan yang mengadakan topeng atau tanjidor tidak mungkin dijalankan, layar tancep yang kerap kali ada pada saat hajatan akan sulit diadakan dengan kondisi area public yang lapang nya hilang dan tidak ada lagi. Kuliner Betawi seperti soto Betawi, nasi uduk, dan kerak telor tetap digemari dan dijual di pasar atau usaha rumahan, terutama acara komunitas ,Contoh ruang publik modern: Taman Pensil Warna di Jalan Cikoko Timur (maret 2024)—hasil revitalisasi untuk kebutuhan pejalan kaki.
Meski demikian, ada upaya nyata dari warga dan tokoh masyarakat setempat untuk melestarikan budaya Betawi. Beberapa RW dan komunitas lokal aktif mengadakan acara kebudayaan tahunan, mengajarkan seni Betawi kepada generasi muda, serta membentuk sanggar seni dan komunitas pengajian yang menggabungkan budaya dan keislaman khas Betawi. Dalam hal ini biasanya masjid ataupun lapangan parker masjid menjadi alternative bagi diadakannya acara ini.
Penutup
Cikoko, dengan segala geliat modernitasnya, masih menyimpan denyut nadi budaya Betawi yang kental. Keberadaan masyarakat Betawi di daerah ini adalah pengingat bahwa Jakarta dibangun di atas keberagaman, dan salah satu fondasi utamanya adalah kebudayaan Betawi. Menjaga warisan Betawi di Cikoko bukan hanya tugas warga lokal, tetapi juga tanggung jawab kolektif untuk menjaga identitas budaya ibu kota.
Daftar Pustaka
1. KOMPAS: Tari Cokek dan kemunculannya dalam akulturasi Betawi–Tionghoa senibudayabetawi.com+2kompas.com+2kumparan.com+2
2. Wikipedia: On¬del-ondel, Setu Babakan, dan Balaksuji en.wikipedia.org
3. Artikel budaya lokal di Cikoko dan Jakarta Selatan warisanbudayaindonesia.info+7warisanbudayaindonesia.info+7en.wikipedia.org+7
Subscribe to:
Posts (Atom)