Sunday, April 8, 2012

program aji dan Riza

1. Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta :

Harus dibuat program jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek, busway harus terintegrasi antarkoridor satu dan koridor lainya. Busway harus dibuat sampai ke setiap kelurahan dan harus dibangun jalur baru khusus busway di beberapa wilayah tertentu, sehingga jalur busway bisa lebih lebar dan aman seperti di Bogota, Kolombia. Busway juga harus terhubung dengan sistem transportasi lainya seperti KRL dan tempat fasilitas umum seperti terminal, bandara dan stasiun kereta api. Bus transjakarta juga harus menjangkau wilayah padat penduduk dan pasar. Jumlah bus transjakarta juga harus ditambah sesuai prpoporsi jumlah penumpang sehingga memperkecil panjangnya antrean dan penumpang berjubel di dalam bus.

Untuk jangka panjang Jakarta wajib memiliki monorel dan subway. Dibandingkan dengan kota di Asia Tenggara seperti Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok, maka Jakarta sudah semakin tertinggal. Monorel dan subway meski investasinya sedikit lebih mahal, namun memiliki banyak kelebihan karena berada di jalur tersendiri, bahkan monorel bisa dibuat sampai di tepi jalan tol sehingga bisa menjangkau ke di wilayah pinggiran Jakarta yang berbatasan langsung dengan daerah sekitar seperti Tangerang, Bekasi dan Depok. Monorel dan subway jelas akan memperkecil polusi udara dan menghemat pemakaian BBM secara massal, lebih go green. Monorel dan subway dapat dikelola join dengan pihak swasta agar lebih profesional dan menguntungkan. Perbaikan dan peningkatan transportasi publik akan memiliki efek positif dalam jangka panjang, termasuk mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas di jalan yang menyebabkan kematian. Dalam data Polda Metro Jaya antara Januari-Oktober 2011 tercatat sekitar 935 orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar pengendara sepeda motor. Dari hasil survei sebagian besar mereka yang meninggal di jalan raya adalah kepala rumah tangga yang harus menghidupi istri dan anaknya. Maka dampak sosial akibat kecelakaan lalu lintas di jalan ini diperkirakan menurut para ahli menyebabkan kerugian hampir Rp 100 triliun pertahun, karena banyak anak kehilangan ayahnya dan banyak keluarga kehilangan kepala rumah tangga yang menopang kehidupan sehari-hari. Karena itu sebesar apapun nilai investasi untuk membangun transportasi publik yang aman, nyaman dan memadai masih lebih kecil dibanding resiko risiko tersebut.



2. Untuk mengatasi banjir, termasuk rob di Jakarta Utara :

Mengatasi banjir yang perlu dilakukan dalam jangka pendek adalah merevitalisasi sungai-sungai yang melintasi Jakarta. Sungai tersebut harus dikeduk rutin dalam jangka waktu tertentu agar kedalamannya terjaga sesuai perkitaran aliran airnya. Kanan dan kiri sungai seharusnya dibongkar dan dibuat jalur khusus dan penghijauan sehingga tidak lagi menjadi tempat hunian kumuh. Penataan aliran sungai tidak tertutup kemungkinan bisa membuat jalur transportasi khusus di atas sungai di Jakarta. Selain itu diadakan koordinasi antara hulu dan hilir, sehingga Jakarta harus mampu mengelola air sungai dengan memiliki program terpadu dengan Bogor dan Depok. Dalam jangka panjang, Jakarta harus mengembangkan konsep wilayah utara sebagai water front city dengan membangun waduk seperti di Cengkareng, Kali Baru dan Marunda sekaligus untuk menangani bila terjadi rob. Sedangkan wilayah selatan Jakarta harus dibuat sebagai barrier eco system atau daerah resapan sehingga ruang terbuka hijau benar benar bisa dikontrol. Koordinasi dengan pemerintah pusat menyangkut Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat harus terus dilakukan agar penyelesaian kedua proyek raksasa tersebut tepat waktu dan fungsinya.



3. Untuk mengatasi masalah premanisme di Jakarta :

Premanisme di Jakarta muncul karena kesenjangan kesejahteraan yang terus terjadi, di mana yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Kesenjangan ini harus diatasi dengan pemerataan pembangunan yang menyentuh rakyat kecil dan orang miskin. Arah pembangunan di Jakarta harus diubah dan tidak bisa lagi dilakukan hanya secara sporadis dan tidak terkonsep. Selain itu, Jakarta wajib melakukan peremajaan kota karena wajah kota adalah juga mencerminkan perilaku kehidupan sehari-hari warganya. Ruang terbuka hijau harus 30 persen dengan komposisi 20 persen publik dan 10 persen private. Dengan melakukan peremajaan kota, Jakarta diharapkan akan menjadi kota yang layak huni, aman, nyaman, damai dan tentu saja sejahtera. Karena lingkungan yang nyaman dan aman akan mempersempit ruang gerak munculnya premanisme. Selain itu, premanisme juga diatasi dengan mempertegas tugas aparat penegak hukum, serta meningkatkan gerakan keagamaan dan moral yang dapat mengatasi krisis ahlak dan budi pekerti di masyarakat.



4. Untuk mengatasi masalah menjamurnya mal dan minimarket :

Pembangunan mal dan minimarket harusnya ditinjau ulang dan bila perlu dilakukan morotarium untuk jangka waktu tertentu sesuai fisibilitasnya. Jakarta justru harus mengembangkan pasar tradisional yang jumlahnya makin menyusut dari tahun ke tahun. Pasar tradisional justru menggerakkan ekonomi kelas bawah dan bisa mengangkat kualitas kehidupan warga miskin secara perlahan. Logikanya, seorang buruh atau pegawai rendahan tentu memilih berbelanja di pasar tradisional yang lebih murah harganya bisa dijangkau oleh mereka. Sejak kepemimpinan Fauzi Bowo, jumlah pasar tradisional tidak pernah bertambah sekitar 137, itu pun kondisinya sebagian besar kumuh dan kotor.



5. Untuk mengatasi trotoar dan pedestrian di Jakarta yang dirampas oleh pedagang kaki lima, pedagang tanaman, tukang tambal ban, dan kadang diserobot pengguna sepeda motor :

Pedagang kali lima harus dibangunkan tempat sehingga mereka tidak berkeliaran jualan di trotoal jalan. Pedagang Kali lima juga harus dibantu, misalnya kredit lunak untuk mendapatkan kios agar tidak lagi berjualan di jalan. Pedagang kali lima sebenarnya merupakan salah satu pilar penggerak ekonomi sektor riil yang bisa dikelola melalui manajemen UKM yang bisa terapkan oleh Pemprov DKI lewat kredit lunak jangka panjang. Sedangkan untuk pedestarian Pemprov juga harus berani menerapkan aturan dan menindak dengan tegas pengendara sepeda motor yang menyerobot trotoar jalan. Pedestarian juga harus dibangun lebar dan tinggi agar nyaman bagi pejalan kaki dan tidak mudah dinaiki sepeda motor.



6. Terkait masalah ormas anarkis yang meresahkan warga DKI :

Sejumlah dinas terkait di Pemprov DKI yang membawahi ormas harus lebih aktif melakukan dialog, pertemuan dan membuat konsep agar aktivitas ormas bisa lebih memberi manfaat pada masyarakat dan warga Jakarta. Keberadaan ormas sesungguhnya positif asal diarahkan untuk hal-hal yang positif seperti dilibatkan dalam memerangi narkoba, menjaga wilayah dari tindak kejahatan atau dilibatkan dalam kegiatan sosial keagamaan. Jadwal kegiatan dan padatnya aktivitas Ormas untuk kegiatan positif tentu akan meminimalisasi sebuah ormas untuk bertindak anarkis karena aktivitasnya tersalurkan dan tidak terhambat.



7. Terkait masih banyaknya angka anak putus sekolah di DKI :

Dengan angka APBD mencapai di atas Rp 30 triliun lebih, Jakarta harusnya sejak tiga tahun lalu sudah bisa membebaskan biaya sekolah sampai tingkat SLTA. Hal ini pun masih bisa dikoordinasikan dengan Pemerintah Pusat untuk koordinasi agar biaya Pendidikan tepat sasaran dan tepat guna. Program wajib belajar juga tidak berjalan dengan baik dan tidak terkonsep karena Gubernur sekarang terkesan tidak peduli dengan dunia pendidikan. Padahal bila dihitung jumlah anak putus sekolah, jumlah sekolah dan biaya yang dibutuhkan, saya yakin dana APBD mampu mengatasi masalah pendidikan di Jakarta, asalkan ada keseriusan, dibandingkan bagi-bagi uang misalnya untuk RW Kumuh Rp 500 juta dan dana lain yang tidak tepat sasaran.

No comments:

Post a Comment