Monday, January 30, 2012

gizi makanan nenek moyang




KOMPAS.com - Nenek moyang kita sebenarnya sudah mewariskan menu makanan sehat yang berasal dari kebun atau pekarangan sendiri. Namun, makanan lokal tersebut kini kalah pamor dengan makanan modern yang kebanyakan diimpor atau produksi pabrik makanan.

Padahal, sebenarnya kita berlimpah bahan pangan yang bisa didapat dengan harga murah namun kaya gizi. Tetapi masih sedikit orang yang mengetahuinya. Misalnya saja, daging tutut (keong kecil) yang sebenarnya kaya akan protein, atau belut air tawar yang kandungan proteinnya mencapai 6,7 persen dan tinggi kalsium (390 mg/ 100 gram).



Menurut dosen dari Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Asih Setiarini, di berbagai daerah sebenarnya cukup banyak pola makan yang diturunkan lintas generasi, namun berdampak baik bagi kesehatan.

"Misalnya saja di Berau Kalimantan, ada sebagian keluarga yang sering mencari sarang lebah di hutan kemudian lebah yang masih kecil-kecil direbus atau ditumis untuk lauk anaknya. Lebah itu ternyata nilai proteinnya tinggi," paparnya di Jakarta (30/1/2012).

Contoh lain, makanan lokal yang bergizi tinggi adalah ulat sagu, udang atau kepiting kecil, serta sayuran berdaun hijau. Di Vietnam, lanjut Asih, keluarga yang menambahkan daun hijau dari tanaman kentang umumnya memiliki gizi yang baik. Daun dari tanaman kentang manis tersebut ternyata kaya akan betakaroten, vitamin, dan zat gizi mikro esensial lainnya.

Pengetahuan akan keterampilan mengolah makanan lokal namun bergizi baik, menurut Asih sangat membantu memperbaiki status kesehatan gizi anak. "Tentunya harus diawali dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan," katanya.

Kreativitas para ibu dalam mengolah makanan lokal termasuk dalam salah satu materi pelatihan yang diberikan dalam Program Penguatan Posyandu yang dilakukan oleh PT.Kraft Indonesia bekerja sama dengan Save the Children dan dinas kesehatan di Jawa Barat.

Menurut Evie Woro Yulianti, program manajer Save the Children, bekerja sama dengan para kader posyandu, mereka membuat pengamatan pada anak-anak balita dari keluarga miskin namun tetap sehat. "Kami berdiskusi untuk mengetahui pola makan keluarga tersebut kemudian berusaha menularkannya kepada keluarga lain," katanya.

Para kader posyandu juga diberi pelatihan mengenai makanan sehat dan bergizi serta pengolahan makanan lokal secara lebih kreatif.

"Makanan lokal memang harus dibuat lebih menarik, baik rasa atau tampilan agar anak tertarik. Misalnya saja membuat puding bayam, abon belut, atau sate tutut," kata Evie.

No comments:

Post a Comment