Thursday, March 15, 2012

gigs & 11

Giggs dan Rekor-rekor Itu

Oleh ANTON SANJOYO

Tanggal 2 Maret 1991, remaja berusia 17 tahun itu melakukan debut bersama tim senior Manchester United di Stadion Old Trafford. Ia menggantikan Dennis Irwin yang cedera pada menit ke-35. Rambut ikalnya menjuntai seperti tidak pernah disisir. Kostumnya pun tampak kedodoran membungkus tubuhnya yang kurus bak kurang gizi. Celana pendeknya setali tiga uang, longgar dan melambai-lambai pada ujungnya. Namun, pemuda itu langsung mendapat tempat utama di halaman muka koran-koran dan meski tuan rumah tumbang 0-2 di tangan Everton, Ryan Giggs disebut-sebut sosok yang akan membawa MU ke era keemasan.

Giggs mengaku tidak ingat persis liputan media mengenai dirinya selepas debut yang pahit di teater impian Old Trafford itu. Yang dia ingat hanya kemarahan sang pelatih, Sir Alex Ferguson, yang memaki hampir semua orang di ruang ganti. Maklum saja, MU sedang memasuki pekan-pekan kelam setelah menyelesaikan tujuh laga tanpa kemenangan, dan hampir seperempat abad tanpa piala.

Jumat besok, Giggs merayakan 21 tahun penampilan seniornya bersama MU dan keadaan sudah berubah sama sekali. Dalam dua dekade lebih, Giggs telah membawa MU menjadi tim paling sukses di kancah domestik dan memenangi hampir semua gelar yang paling didambakan pemain bola. Dalam dua dasawarsa terakhir, MU menjelma menjadi tim paling fenomenal di Inggris dengan nyaris menjadi penguasa tunggal Liga Primer. Puncak pencapaian MU bersama Giggs terjadi pada musim 1998-1999 saat mereka memenangi tiga kompetisi utama, yaitu Premiership, Piala FA, dan tentu saja Liga Champions.

Teater impian Old Trafford sendiri sudah banyak berubah sejak aksi perdana Giggs itu. Ketika Giggs melakukan debutnya, Old Trafford adalah stadion kusam yang perlu direnovasi di semua sudutnya. Dan, ketika piala demi piala dibawa pulang Giggs, sejak itu pula Old Trafford berubah menjadi salah satu stadion tercanggih dan termodern di Eropa.

Dalam 21 tahun perjalanan yang gemilang bersama tim ”Setan Merah”, Giggs telah menjelma menjadi legenda hidup. Di catatan pribadinya terukir 12 gelar Liga Primer, 4 gelar Piala FA, 3 Piala Liga, dan 2 gelar Liga Champions Eropa. ”Tidak akan pernah ada yang bisa melampaui pencapaian Giggs,” ujar Ferguson, Minggu lalu, selepas laga melawan Norwich City.

Di Carrow Road hari Minggu itu, Giggs tampil 900 kali untuk United dan merayakannya dengan gol kemenangan pada injury time. Gol cantik Giggs membawa MU menang 2-1 atas Norwich sekaligus memelihara peluang MU untuk tetap bersaing dengan pemimpin klasemen, Manchester City, yang sehari sebelumnya menang 3-0 atas Blackburn Rovers.

Seperti kebetulan yang manis, satu gol lain dicetak Paul Scholes, yang baru comeback dari pensiunnya yang terlalu cepat. Scholes (37), hanya setahun lebih muda ketimbang Giggs sampai laga di Carrow Road lalu, telah bermain dengan 140 teman satu tim yang berbeda. Giggs nyaris mengukir catatan 141, tetapi pemain remaja Paul Pogba yang menggantikannya belum terhitung teman bermain karena tak sempat main bersama.

Di antara 140 pemain itu terdapat nama-nama legendaris lain, seperti Bryan Robson yang kini berusia 55 tahun dan Eric Cantona (45), serta sejumlah remaja, seperti Ezekiel Fryers dan Phil Jones, yang bahkan belum lahir saat Giggs memulai kariernya yang panjang. Bahkan, pemain-pemain belia, seperti Pogba, Larnell Cole, dan Michael Keane, yang lahir 1993, sebentar lagi melengkapi catatan pribadi Giggs sebagai rekan satu tim.

Barangkali Ferguson benar, hampir mustahil ada pemain yang menyamai pencapaian Giggs meski fenomena pemain-pemain tua dengan kinerja hebat juga terjadi di AC Milan dengan Paolo Maldini, Alessandro Costacurta, Filippo Inzaghi, Clarence Seedorf, atau Andrea Pirlo yang kini bermain untuk Juventus. Namun, Giggs tetap yang paling fenomenal dan tampaknya tak lama lagi akan melampaui pencapaian Maldini yang mencatat rekor 902 kali tampil untuk AC Milan di level senior.

Seperti halnya Maldini, rahasia karier panjang Giggs adalah motivasinya yang tak pernah redup untuk selalu menjadi yang terbaik. Itu sebabnya, Giggs terus memacu diri dengan latihan keras.

Kegembiraannya dalam sepak bola juga menjadi salah satu rahasia kariernya yang maraton. Sejak praremaja, Giggs bermain bola layaknya orang dewasa. Dan, ketika dewasa, Giggs tidak pernah kehilangan kegembiraan kanak-kanaknya dalam bermain bola. ”Saya yakin, faktor itulah yang membuat Giggs tetap prima sampai sekarang,” tulis Gary Neville, mantan kapten MU yang pensiun lebih dari setahun lalu.

Sebagai pemain bola profesional, Giggs adalah contoh terbaik dalam menjaga rezim staminanya tetap prima lewat sistem latihan dan pola hidup sehat serta diet ketat. Dalam usianya yang hampir menginjak 39 tahun, Giggs masih sanggup bermain dengan tempo tinggi selama 90 menit. Meski kecepatan dan kepiawaian dribelnya sudah berkurang, ia masih bisa meneror pertahanan lawan lewat umpan-umpannya yang akurat.

Melambatnya reaksi tubuh akibat usia diatasi Giggs dengan memodifikasi peran dan fungsinya di lapangan. Terlahir sebagai pemain sayap dengan ciri khas dribel cepat, Giggs kini lebih banyak beroperasi di sisi dalam lapangan dan sesekali melakukan dribel pendek ke kotak penalti.

Di level klub, Giggs tak ada duanya. Satu-satunya kekurangan, ia tak pernah tampil di ajang Piala Dunia. Sejak 1991, Giggs tampil 64 kali untuk Wales sebelum pensiun pada 2007. Meski pernah menjadi kapten tim nasional sekolah Inggris, Giggs memilih Wales berdasarkan kewarganegaraan orangtuanya. Wales tak pernah tampil di putaran final Piala Dunia pada era keemasan Giggs.

No comments:

Post a Comment