Tuesday, June 17, 2025

Hubungan Kerja dalam Perusahaan Joint Venture pada Proyek Migas BP di Teluk Bintuni, Papua Barat: Perspektif Hukum Ketenagakerjaan

Hubungan Kerja dalam Perusahaan Joint Venture pada Proyek Migas BP di Teluk Bintuni, Papua Barat: Perspektif Hukum Ketenagakerjaan Penulis : Usman Arifin M, SH, MH. Abstrak Artikel ini menganalisis hubungan kerja yang timbul dalam struktur perusahaan joint venture (usaha patungan) dalam proyek migas BP di Teluk Bintuni, Papua Barat, dari perspektif hukum ketenagakerjaan Indonesia. Proyek ini dikelola oleh BP Berau Ltd. bersama mitra lokal dalam berbagai bidang, termasuk konstruksi dan pengadaan barang dan jasa. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan pendekatan studi kasus untuk mengkaji status hubungan kerja, tanggung jawab hukum antara perusahaan induk dan mitra lokal, serta perlindungan hukum bagi pekerja. Temuan menunjukkan bahwa ketidakjelasan hubungan hukum dalam kontrak kemitraan sering berdampak pada lemahnya perlindungan hukum bagi pekerja lokal. Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi antara regulasi perburuhan dan praktik bisnis joint venture di sektor hulu migas. Kata kunci: hubungan kerja, joint venture, hukum ketenagakerjaan, proyek migas, BP Berau Ltd. USALAwfirm. Indonesia Employment Law 1. Pendahuluan Perusahaan joint venture dalam industri migas merupakan bentuk kemitraan antara investor asing dan lokal untuk mengelola eksplorasi dan produksi minyak dan gas. Dalam struktur ini, hubungan kerja menjadi kompleks karena terdapat lebih dari satu entitas hukum yang terlibat. Proyek LNG Tangguh yang dikelola BP Berau Ltd. di Teluk Bintuni, Papua Barat, menjadi salah satu contoh aktual, di mana pekerja lokal dipekerjakan oleh kontraktor lokal dalam proyek infrastruktur yang didukung oleh BP. Permasalahan muncul ketika kontraktor lokal diberhentikan secara sepihak oleh BP, seperti dalam kasus program North Shore Housing (NSH), yang menyebabkan pekerja kehilangan haknya. Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji bagaimana hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja dalam struktur joint venture dan siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak pekerja. 2. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan sumber data berupa peraturan perundang-undangan, kontrak kemitraan, dan putusan pengadilan. Pendekatan empiris digunakan secara terbatas untuk menggambarkan praktik hubungan kerja yang terjadi di proyek BP Teluk Bintuni berdasarkan berita, pernyataan resmi perusahaan, dan laporan masyarakat. 3. Pembahasan 3.1 Bentuk Hukum Joint Venture dalam Proyek Migas Joint venture dalam proyek migas umumnya berbentuk perjanjian kerja sama operasi (Joint Operating Agreement/JOA), yang mengatur hak dan kewajiban para pihak. Dalam konteks proyek LNG Tangguh, BP bertindak sebagai operator utama bersama mitra lainnya (SKK Migas, Mitsui, China National Offshore Oil Corporation, dan pemerintah daerah melalui BUMD). Perusahaan-perusahaan kontraktor lokal seperti PT Konsorsium XYZ (hipotetik) bekerja berdasarkan surat perintah kerja (SPK) atau kontrak pengadaan jasa. Dalam praktiknya, pekerja dipekerjakan oleh kontraktor, bukan oleh BP secara langsung. Hal ini menimbulkan pertanyaan hukum mengenai siapa yang bertanggung jawab terhadap hak-hak ketenagakerjaan. 3.2 Status Hubungan Kerja dan Perlindungan Hukum Pekerja Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja. Dalam konteks joint venture, pengusaha yang dimaksud sering kali adalah kontraktor, meskipun pekerjaan dilaksanakan untuk kepentingan perusahaan utama seperti BP. Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011 menyatakan bahwa hubungan kerja secara substansial dapat terjadi bila terdapat pengawasan langsung, pembayaran upah, dan perintah kerja, meskipun tidak ada kontrak tertulis secara langsung. Ini membuka ruang tanggung jawab hukum BP terhadap pekerja kontraktor apabila terbukti ada hubungan kerja tidak langsung. 3.3 Studi Kasus: Proyek NSH dan Pemutusan Kontrak Sepihak Dalam proyek pembangunan North Shore Housing (NSH), BP Berau Ltd. diduga memutus kontrak secara sepihak terhadap mitra lokal. Akibatnya, pembangunan puluhan unit rumah mangkrak dan pekerja tidak dibayar. Masyarakat dan tenaga kerja lokal menuntut BP bertanggung jawab atas dampak sosial dan hukum dari pemutusan kontrak ini (KlikPapua, 2024). BP kemudian mengeluarkan klarifikasi bahwa tanggung jawab ketenagakerjaan berada di tangan mitra lokal, bukan di BP. Namun, masyarakat mempertanyakan tanggung jawab moral dan hukum BP sebagai pemilik proyek utama. 3.4 Implikasi Hukum dan Tanggung Jawab Perusahaan Multinasional Berdasarkan prinsip tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 Pasal 74, perusahaan multinasional seperti BP wajib menjamin keberlanjutan masyarakat lokal, termasuk aspek ketenagakerjaan. Selain itu, prinsip hukum umum tentang “piercing the corporate veil” dapat digunakan untuk mengangkat tanggung jawab perusahaan utama bila terbukti ada penghindaran tanggung jawab melalui struktur kemitraan. 4. Kesimpulan Hubungan kerja dalam struktur joint venture migas menimbulkan persoalan hukum ketika terjadi pemutusan kontrak sepihak oleh pemilik proyek terhadap mitra lokal, yang berdampak langsung terhadap pekerja. Dalam konteks proyek BP di Teluk Bintuni, peraturan ketenagakerjaan nasional perlu dipertegas untuk memastikan bahwa pekerja tetap mendapatkan perlindungan hukum yang adil, meskipun hubungan kerja dilakukan melalui pihak ketiga. Rekomendasi: Pemerintah perlu memperkuat regulasi tentang tanggung jawab bersama (joint liability) dalam struktur kemitraan industri ekstraktif. Perusahaan multinasional wajib melibatkan tenaga kerja lokal dalam posisi strategis, bukan hanya sebagai pekerja kasar. Mekanisme penyelesaian sengketa ketenagakerjaan di daerah harus diperkuat dengan pengawasan yang transparan. Daftar Pustaka 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 3. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011. 4. BP Indonesia. (2024). Klarifikasi Proyek North Shore Housing. https://bp.com 5. KlikPapua. (2024). BP Diduga Putus Kontrak Sepihak, Proyek Mangkrak di Bintuni. 6. IndikatorPapua. (2023). BP Indonesia Berdayakan Tenaga Kerja Lokal di Papua Barat. 7. Usman Arifin M, SH, MH (2021) Hukum Hubungan Kerja di Tengah Bencana dan Upaya Perlindungan Hukum Pekerja di Industry Migas, Apakah Dampaknya Pada Industri Minyak dan Gas di Indonesia. Hal 109-111.

No comments:

Post a Comment