Sunday, June 29, 2025

Kali Ciliwung dalam Tradisi Betawi

Pendahuluan Teringat ditahun 70an dimana kali ciliwung begitu melegenda dan seringkali menjadi pusat kegiatan masyarakat betawi kala itu, kuingat beberapa langgar yaitu tempat ibadah kecil yang biasanya digunakan untuk sholat wajib kecuali sholat jumat dan biasanya di isi dengan pengajian anak-anak yang seringkali belajar usai magrib, tempat kubelajar ngaji dulu berada dibantaran kali kurang lebih 200 meter dari biir kali. Biasanya kami mencari kalam atau petunjuk quran dari pucuk bambu yang kering dan banyak didapati dibawah rimbunan pohon bambu, karena bila kita tidak membawa kalam tersebut guru ngajinya akan marah dan mengatakan kita tidak serius belajar ngajinya.
Tempat tinggal kita didaerah jalan gunuk tanjung barat tepat berada di daerah dekat aliran kali ciliwung, dimana kita sangat dekat dan menjadi tempat bermain kita diwaktu kecil, dari mencari udang dan membakarnya di antara batuannya, mencari kecapi dan buah-buahan lainnya, mencari kijing atau kerang sungai, mencuci baju, bermain petak umpat, menumpang getek atau rakit yang acapkali lewat dll. Kali Ciliwung bukan hanya sekadar sungai yang mengalir di jantung Jakarta, tetapi juga merupakan bagian penting dari sejarah, budaya, dan kehidupan masyarakat Betawi. Dalam tradisi Betawi, Kali Ciliwung memegang peranan sentral sebagai sumber kehidupan, tempat beraktivitas, hingga simbol identitas lokal. Sungai ini menjadi saksi bisu perjalanan masyarakat Betawi dari masa ke masa, mulai dari era kerajaan hingga zaman modern.bagi kami Ciliwung adalah simbol kebebasan dan teman bermain yang mengasyikan, bebas bermain, bebas memakan buah apa saja, bebas menebang atau memotong ranting untuk membuat ketapel dll. Sejarah Kali Ciliwung Kali Ciliwung adalah salah satu sungai utama yang mengalir dari kawasan hulu di Puncak Bogor hingga bermuara di Teluk Jakarta. Dalam sejarahnya, sungai ini telah menjadi nadi kehidupan sejak masa Kerajaan Tarumanagara dan Sunda, dan kelak menjadi salah satu penentu lokasi pendirian Batavia oleh Belanda pada abad ke-17. Orang Betawi yang merupakan penduduk asli Jakarta tumbuh dan berkembang di sepanjang aliran Ciliwung. Keberadaan sungai ini sejak dulu menjadi jalur transportasi air, sumber air bersih, irigasi sawah dan ladang, serta tempat berkumpulnya masyarakat. Peran Kali Ciliwung dalam Tradisi dan Budaya Betawi 1. Sumber Kehidupan dan Ekonomi Bagi masyarakat Betawi tempo dulu, Kali Ciliwung adalah urat nadi kehidupan. Warga menggunakan airnya untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci, mandi, dan memasak. Sungai ini juga dimanfaatkan untuk menangkap ikan dan sebagai jalur perahu kecil dan juga rakit/getek bambu yang sering kali melewatinya untuk berdagang hasil bumi ke kota. 2. Ruang Sosial dan Interaksi Komunal Kali Ciliwung berfungsi sebagai tempat berkumpul dan bersosialisasi. Anak-anak bermain air, perempuan mencuci sambil mengobrol, dan laki-laki memancing. Aktivitas di sungai menciptakan budaya guyub (kebersamaan) yang menjadi ciri khas masyarakat Betawi. 3. Inspirasi dalam Kesenian Betawi Ciliwung sering disebut dalam pantun, lagu, dan cerita rakyat Betawi. Misalnya, dalam pantun Betawi: "Dari Tanah Abang ke Cikini, Singgah sebentar di pinggir Ciliwung. Orang Betawi ramah hati, Bersahabat sampai ke ujung." Sungai ini menjadi latar atau inspirasi dalam lenong (drama tradisional), gambang kromong, dan syair-syair rakyat. 4. Tempat Upacara Adat dan Tradisi Dalam beberapa tradisi Betawi kuno, Kali Ciliwung digunakan untuk ritual seperti mandi kembang, ruwatan, atau sedekah bumi yang melibatkan air sungai sebagai simbol kesucian dan pembersihan diri. Air Ciliwung dianggap memiliki nilai spiritual karena berasal dari alam. dibeberapa tempat bahkan seringkali menjadi simbol pembersihan dari dosa-dosa. Perubahan dan Tantangan Modern Seiring dengan perkembangan kota Jakarta, peran Kali Ciliwung dalam kehidupan masyarakat Betawi mulai terpinggirkan. Urbanisasi, pencemaran, dan alih fungsi lahan menyebabkan sungai ini kehilangan banyak nilai budaya dan ekologisnya. Sungai yang dahulu bersih dan jernih kini tercemar limbah rumah tangga dan industri, termasuk dalam sejarahnya tak sedikit yang membuat mayat atau bangkai binatang mati ke kali ini sehingga menimbulkan keangkeran tersendiri dan makin terpinggirkan, bahaya buaya rawa atau hewan buas lainnya juga menjadi issue sendiri yang membuat kali ciliwung semakin ditinggalkan. Banyak tradisi masyarakat Betawi yang bergantung pada sungai pun mulai hilang. Interaksi warga dengan sungai berkurang drastis, tergantikan oleh kehidupan modern yang lebih individualis, yang dahulu kali Ciliwung merupakan wilayah depan warga jakarta saat ini merubah karena perubahan jaman menjadi wilayah yang paling belakang dan bahkan perlu disembunyikan. Upaya Pelestarian Berbagai komunitas dan aktivis budaya mulai menyadari pentingnya melestarikan Kali Ciliwung sebagai warisan budaya Betawi. Kegiatan seperti River Clean Up, Ciliwung Festival, dan tur budaya di sepanjang bantaran sungai mulai diadakan.selain itu banyak kegiatan-kegiatan mengembalikan fungsi dan budaya kali ciliwung telah banyak yang dimunculkan, penanaman pohon-pohon baru sebagai bentuk peremajaan kali diadakan, bahkan beton-beton penyangga pinggir kali dibuat, taman-taman sepanjang kali dibangun sekedar untuk membuat kali ciliwung kembali menjadi penyangga budaya dan masyarakat betawi. Program revitalisasi sungai dari pemerintah juga diharapkan tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga menjaga nilai-nilai historis dan budaya yang melekat pada Kali Ciliwung. perlu keseriusan pemerintah dan warga untuk mengembalikan peran kali ciliwung disamping pencegahan terhadap banjir yang selalu datang setiap tahunnya. Penutup Kali Ciliwung bukan hanya sebuah aliran air, tetapi simbol kehidupan, kebudayaan, dan jati diri masyarakat Betawi. Meski zaman telah berubah, nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi yang tumbuh di sepanjang sungai ini tetap relevan. Melestarikan Ciliwung berarti juga menjaga warisan budaya Betawi untuk generasi mendatang.

No comments:

Post a Comment